Alasan Mantan Bos Toko CD Banting Setir ke Pertanian Hidroponik


SariAgri -
Seorang pengusaha toko CD dan kaset Disc Tarra yang sempat populer di era 90-an, Wirawan Hartawan, memilih banting setir untuk mengembangkan bisnis hortikultura lewat metode hidroponik. Ia menjelaskan sistem hidroponik lebih mudah diterapkan ketimbang lewat pertanian konvensional.

Hidroponik dengan pertanian yang menggunakan tanah prinsipnya keduanya sama-sama tanaman, cuma yang membedakan cara kita kasih makannya tanaman itu, ujarnya dikutip dari channel YouTube TopCareer TV, Jumat (21/5/2021).

Wirawan mengungkapkan, melalui metode hidroponik tanaman akan mendapatkan vitamin dan mineral komplit lewat air yang mengalir di bawahnya. Dikatakannya, dibandingkan dengan pertanian yang ditanam lewat tanah atau konvensional hanya ada 11 vitamin yang terkandung di dalamnya, sedangkan pada sistem hidroponik terdapat lebih dari 20 macam vitamin dan mineral pada airnya.

Sedangkan kalau di air (hidroponik) gampang, airnya sendiri sudah dicampur 28 macam itu, AB Mix nya sudah komplit multivitaminnya, jadi tinggal hisap saja 24 jam, dibanding kalau di tanah paling hanya makan sehari satu kali. Dengan teknologi hidroponik ini mempercepat, meningkatkan kapasitas, menaikan mutu, dari tanaman itu sendiri, jelasnya.

Pria kelahiran tahun 1960 ini mengatakan bahwa metode hidroponik juga tidak memerlukan lahan yang luas. Menurutnya dengan lahan sebesar 1 x 2 meter dinilainya sudah cukup untuk memulai dan mempelajarinya.

Dengan tanah 1 x 2 meter kita sudah cukup satu keluarga makan sayur yang sehat seumur-umurnya, dari 1 x 2 meter punya space sudah bisa jadi 72 batang sayur kita bisa makan per minggu berbeda macam. Intinya hidroponik atau teknologi yang kita tanam sayur itu very simple adalah air yang dicampur campuran nutrisi, terangnya.

Lebih lanjut Wirawan menjelaskan di Indonesia terdapat beberapa kesalahpahaman dalam menjalankan pertanian sistem hidroponik. Menurutnya, masyarakat banyak yang tidak menggunakan nutrisi dengan kualitas terbaik, bahkan banyak yang menggunakan petrokimia.

“Pertama, salah kasih nutrisi, nutrisinya bukan food grade, asal-asalan malah banyak by productnya dari bensin, petrokimia. Yaitu nutrisi dari turunan petrokimia itu jadinya di dalam sayur banyak toxic, sayurnya tumbuh but sayurnya dalam NPK nya banyak mengandung toxic-toxic kimia salah satu bensin komponennya,” katanya.

Kedua, lanjut dia, banyak yang salah menggunakan wadah sebagai media penanamannya, dikatakannya banyak masyarakat yang menggunakan paralon, gelas plastik bekas, atau tong-tong bekas hal tersebut menurutnya banyak mengandung kimia dan tidak tahan terhadap sinar matahari.

Sedangkan kalau tanaman itu kita diamkan sepanjang hari kena matahari punya sinar lumer tuh plastiknya, dihisap sama akar-akarnya membaur di dalam nutrisi tanaman. Dihisap sama akar pohonnya sih tumbuh kelihatannya bagus but kalau kita bawa ke lab di dalamnya mengandung sisaan plastik dan kimia, di mana tongnya sendiri tidak didesain food grade dan tidak anti UV, tandasnya.

Wirawan menambahkan jika cara tanam yang diterapkannya seperti itu, menurutnya akan menghasilkan tanaman yang tidak sehat untuk dikonsumsi. Dikatakannya, dengan metode penanaman yang baik pasar untuk tanaman hidroponik masih terbuka luas.

Kita harus tanam yang good quality, tanam sayur yang sehat, rasanya akan berbeda, gurihnya akan berbeda, semestinya market-nya masih terbuka lebar, cuma kita mau masuk atau tidak dengan cara yang benar, kalau cara yang tidak benar kita masuk pasti akan jenuh marketnya. Kita masuk pada market yang orang belum bisa masuk yaitu yang lebih high tech, high quality, sayurnya juga rasanya jauh lebih enak, pungkasnya.

Video terkait:

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama